ASAS DAN KODE BIMBINGAN KONSELING
ASAS
DAN KODE BIMBINGAN KONSELING
A.
Asas
Bimbingan Dan Konseling
1.
Asas Kerahasiaan
Merupakan
asas yang menuntut dirahasiakannya segenap data dan keterangan konseli yang
menjadi sasaran layanan. Di mana data atau keterangan yang tidak boleh dan
tidak layak diketahui oleh orang lain harus dirahasiakan oleh konselor. Dalam
hal ini, konselor wajib secara penuh untuk memelihara dan menjaga semua data
dan keterangan sehingga kerahasiaan benar- benar terjamin.
2.
Asas kesukarelaan
Merupakan
asas yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan konseli dalam mengikuti,
menjalani layanan yang dibutuhkan bagi dirinya. Dalam hal ini konselor wajib
membina dan mengembangkan kesukarelaan tersebut.
3.
Asas keterbukaan
Merupakan
asas yang menghendaki konseli yang menjadi sasaran layanan bersifat terbuka dan
tidak berpura- pura, baik dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri
maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang bermanfaat
bagi pengembangan dirinya. Dalam hal ini konselor wajib untuk mengembangkan
keterbukaan konseli. Keterbukaan ini sangat terkait dengan terlenggaranya asas
kerahasiaan dan adanya kesukarelaan pada diri konseli yang menjadi sasaran
layanan. Agar konseli dapat terbuka, konselor perlu terlebih dahulu untuk
bersikap terbuka dan tidak berpura- pura.
4.
Asas kekinian
Merupakan
asas yang menghendaki agar objek sasaran layanan bimbingan dan konseling adalah
masalah konseli dalam kondisinya sekarang. Layanan yang berhubungan dengan masa
depan atau kondisi di masa lampaupun dilihat dampak atau kaitannya dengan
kondisi yang ada dan apa yang dilakukan sekarang.
5.
Asas kemandirian
Merupakan
asas yang menunjuk pada tujuan umum bimbingan dan konseling yaitu konseli
sebagai sasaran layanan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi individu
yang mandiri dengan ciri mengenal dan menerima diri sendiri dan lingkungannya,
mampu mengambil keputusan, mengarahkan serta mewujudkan diri sendiri. Konselor
hendaknya mampu untuk mengarahkan segenap layanan bimbingan dan konseling yang
diselenggarakannya bagi berkembangnya kemandirian peserta didik.
6.
Asas kegiatan
Merupakan
asas yang menghendaki agar konseli yang menjadi sasaran layanan berpartisipasi
secara aktif di dalam penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling. dalam
hal ini konselor perlu untuk mendorong konseli untuk aktif dalam setiap layanan
bimbingan dan konseling yang diperuntukkan baginya.
7.
Asas kedinamisan
Merupakan
asas bimbingan konseling yang menghendaki agar isi layanan terhadap sasaran
layanan yang sama kehendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus
berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangan
dari waktu ke waktu.
8.
Asas keterpaduan
Merupakan
asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar berbagai layanan dan
kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh konselor maupun oleh
pihak lain, saling menunjang, harmonis, dan terpadu. Untuk ini kerja sama antara
konselor dan pihak –pihak yang berperan dalam penyelenggaraan layanan bimbingan
dan konseling perlu terus dikembangkan. Koordinasi segenap layanan bimbingan
dan konseling itu harus dilaksanakan dengan sebaik- baiknya.
9.
Asas kenormatifan
Merupakan
usaha bimbingan dan konseling yang tidak boleh bertentangan dengan norma-norma
yang berlaku, baik ditinjau dari norma agama, adat, hukum, ilmu pengetahuan,
maupun kebiasaan sehari- hari. Asas kenormatifan ini ditetapkan terhadap isi
maupun proses penyelenggaraan bimbingan dan konseling. Seluruh isi layanan
harus sesuai dengan norma- norma yang ada. Demikian juga dengan prosedur,
teknik, dan peralatan yang dipakai tidak menyimpang dari pada norma – norma
yang dimaksudkan. Lebih jauh, layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling,
justru harus dapat meningkatkan kemampuan konseli dalam memahami, menghayati,
dan mengamalkan nilai dan norma tersebut.
10. Asas
keahlian
Merupakan
asas yang menghendaki agar layanan bimbingan dan konseling yang diselenggarakan
atas dasar kaidah – kaidah profesional. Dalam hal ini para pelaksana konseling
hendaklah tenaga yang benar- benar ahli dalam bidang bimbingan dan konseling. keprofesionalan
konselor harus terwujud baik dalam penyelenggaraan jenis layanan dan kegiatan
bimbingan dan konseling maupun dalam penegakan kode etik bimbingan dan
konseling.
11. Asas
alih tangan kasus
Merupakan
asas yang menghendaki agar pihak – pihak yang tidak mampu menyelenggarakan
layanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan
konseli mengalih tangankan permasalahan itu kepada pihak yang lebih ahli. Konselor
dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua, guru – guru, atau ahli lain,
demikian juga konselor dapat mengalih tangankan kasus kepada guru mata
pelajaran, guru praktek, dan lain – lain.
12. Asas
Tut Wuri Handayani
Merupakan
asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pelayanan bimbingan dan
konseling secara keseluruhan dapat menciptakan suasana yang mengayomi atau
memberikan rasa aman, mengembangkan keteladanan, memberikan rangsangan, dan
dorongan serta kesempatan yang seluas- luasnya pada konseli untuk maju.
B.
Peranan guru
dalam asas Bimbingan Konseling
Dalam pengertian pendidikan yang terbatas, Abin
Syamsuddin dengan mengutip pemikiran Gage dan Berliner, mengemukakan peran guru
dalam proses pembelajaran peserta didik, yang mencakup :
1. Guru sebagai perencana (planner) yang harus
mempersiapkan apa yang akan dilakukan di dalam proses belajar mengajar
(pre-teaching problems).
2. Guru sebagai pelaksana (organizer), yang harus dapat
menciptakan situasi, memimpin, merangsang, menggerakkan, dan mengarahkan
kegiatan belajar mengajar sesuai dengan rencana, di mana ia bertindak sebagai
orang sumber (resource person), konsultan kepemimpinan yang bijaksana dalam
arti demokratik & humanistik (manusiawi) selama proses berlangsung (during
teaching problems).
3. Guru sebagai penilai (evaluator) yang harus
mengumpulkan, menganalisa, menafsirkan dan akhirnya harus memberikan
pertimbangan (judgement), atas tingkat keberhasilan proses pembelajaran,
berdasarkan kriteria yang ditetapkan, baik mengenai aspek keefektifan prosesnya
maupun kualifikasi produknya.
C.
Kode
Etik Bimbingan dan Konseling
1.
Pengertian Kode Etik BK
Kode etik bimbingan dan konseling adalah ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan
yang harus di taati oleh siapa saja yang ingin berkecimpung dalam bidang
bimbingan dan konseling demi kebaikan. Kode etik didalam bidang bimbingan dan
konseling dimaksudkan agar bimbingan dan konseling tetap dalam keadaan baik,
serta di harapkan akan menjadi semakin baik. Kode etik mengandung
ketentuan-ketentuan yang tidak boleh dilanggar atau diabaikan tanpa membawa
akibat yang tidak menyenangkan.
2.
Dasar Kode Etik Profesi Bimbingan dan Konseling
·
Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945.
·
Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
·
Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan (pasal 28 ayat 1, 2 dan 3 tentang standar pendidik dan tenaga
kependidikan)
·
Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 27 tahun 2008 tentang
Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor.
·
Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru.
3.
Kode Etik Bmbingan dan Konseling
Berdasarkan keputusan pengurus besar asosiasi bimbingan dan
konselingIndonesia (PBABKIN) nomor 010 tahun 20006 tentang penetapan kode
etikprofesi bimbingan dan konsseling, maka sebagian dari kode etik itu adalah
sebagai berikut:
a.
Kualifikasi konselor dalam nilai, sikap,keterampilan,
pengetahuan dan wawasan.
·
Konselor wajib terus menerus mengembangkan dan
menguasai dirinya. Ia wajib mengerti kekurangan-kekurangan dan
prasangka-prasangka pada dirinya sendiri, yang dapat mempengarui hubunganya
dengan orang lain dan mengakibatkan rendahnya mutu pelayanan profesional serta
merugikan klien.
·
Konselor wajib memperlihatkan sifat-sifat sederhana,
rendah hati, sabar, menepati jajni, dapat dipercaya, jujur,tertib dan hormat.
·
Konselor wajib memiliki rasa tangggung jawab terhadap
saran maupun peringatan yang diberikan kepadanya, khususnya dari rekan –rekan
seprofesi dalam hubunyanga dengan pelaksanaan ketentuan-keteentuaan tingkah
laku profesional sebagaimana di atur dalam Kode Etik ini.
·
Konselor wajib mengutamakan mutu kerja setinggi
mungkin dan tidak mengutamakan kepentingan pribadi, termasuk keuntungan
material, finansial, dan popularitas.
·
Konselor wajib memiiki keterampilan menggunakan
tekhnik dan prosedur khusus yang dikembangkan ataas dasar wawasan yang luas dan
kaidah-kaidah ilmiah.
b.
Penyimpanan dan Penggunann Informasi.
·
Catatan tentang diri klien yang meliputi data hasil
wawancara, testing, surat menyurat, perekaman dan data lain, semuanya merupakan
informasi yang bersifat rahasia dan hanya boleh digunakan untuk kepentingan
klien. Penggunaan data/ informasi untuk keperlian riiset atau pendidikan calon
konselor dimungkinkan, sepanjang identitas kien di rahasiakan.
·
Penyampaian informasi klien kepada keluarga atau
kepada anggota profesi lain membutuhka persetujuan klien.
·
Penggunaan informasi tentang klien dengan anggota
profesi yang sama atau yang lain dapat dibenarkan, asalkan untuk kepentingan
klien dan tidak meruikan klien.
·
Keterangan mengenai informasi profesional hanya boleh
diberikan kepada orang yang berwenang menafsirkan dan menggunakanya.
c.
Hubungan dengan Penberian pada Pelayanan.
·
Konselor wajib menangani klien selama ada
kesempatan dalam hubungan antara klien dengan konselor.
·
Klien sepenuhnya berhk mengakhiri hubungsn dengan
konselor, meskipun proses konseling belum mencapai suatu hasil yang kongkrit.
Sebaliknya konselor tidak akan melanjutkan hubugan apabila klien ternyata tidak
memperoleh manfaat dari hubungan itu.
d.
Hubungan dengan Klien.
·
Konselor wajib menghormati harkat, martabat,
integritas dan keyakinan klien.
·
Konselor wajib menempatkan kepetingan klienya di atas
kepentingan pribadinya.
·
Dalam melakukan tugasnya konselor tidak mengadakan
pembedaan klien atas dasar suku, bangsa, warna kulit, agama atau status sosial
ekonomi.
·
Konselor tidak akan memaksa untuk memberikan bantuan
kepada seseorang tanpa izin dari orang yang bersangkutan.
·
Konselor wajib memberikan bantuan kkepada siapapun
lebih-lebih dalam keadaan darurat atau banyak orang yang menghendaki.
·
Konselor wajib memberikan pelayanan hingga tuntas
sepanjang dikehendaki oleh klien.
·
Konselor wajib menjelaskan kepasa klien sifat
hubungan yang sedang dibinadan batas-batas tanggung jawab masig-masing
dalam hubungan profesional.
·
Konselor wajib mengutamakan perhatian kepada klien,
apabila timbul masalah dalam kesitiaan ini, maka wajib diperhatikan kepentingan
pihak-pihak yang terlibat dan juga tuntutan profesinya sebagai konselor.
·
Konselor tidak bisa memberikan bantuan kepada sanak
keluarga, teman-teman karibnya, sepanjang hubunganya profesional.
e.
Konsultasi dengan Rekan Sejawat.
Dalam rangka
pemberian pelayanan kepada seorang klien, kalau konselor merasa ragu-ragu
tentang suatu hal, maka ia wajib berkonsultasi dengan sejawat selingkungan
profesi. Untuk hal itu ia harus mendapat izin terlebih dahulu dari kliennya.
f.
Alih Tangan Kasus
Yaitu kode
etik yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan
layanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan
peserta didik (klien) kiranya dapat mengalih-tangankan kepada pihak yang lebih
ahli.
Daftar
Rujukan
-
Anas Salahudin,
2010. Bimbingan Konseling, Bandung. Pustaka Setia
-
Soetjipto dan
Raflis Kosasi, 2011. Profesi Keguruan, Jakarta. Rineka Cipta
http://makalah-di.blogspot.com/2009/11/makalah-peran-guru-kelas-dalam.html
Komentar
Posting Komentar